13 Juni 2013

Rupiah Terpuruk dalam Ketidakpastian



Kepercayaan akan makin tumbuh jika pemerintah mampu menciptakan kepastian.
TANPA basa-basi, berita di awal pekan ini diawali dentuman kejatuhan pasar keuangan di Tanah Air. Kurs rupiah terjerembap hingga hampir menyundul 10.000 per dolar AS di pasar spot. Bahkan di pasar nondeliverable forward Singapura, nilai kontrak rupiah sempat menembus 10.200. Indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia pun memperlihatkan penurunan cukup tajam.

Sesungguhnya, pergolakan pasar uang dan saham menuju zona merah saat ini bukan monopoli pasar di Indonesia. Di regional, tekanan terhadap instrumen-instrumen pasar keuangan juga terjadi dengan angka yang bervariasi. Pemicunya ialah penguatan dolar AS yang dikatalisasi terutama oleh positifnya data-data ekonomi teranyar AS.


Namun, faktor global itu sejatinya hanya pemantik. Ibaratnya, ketika sebuah pemantik dinyalakan di dekat satu batang pohon yang kuat dan kukuh, ia tentu tidak akan mudah membakarnya. Sebaliknya bila pemantik disulut di dekat tumpukan jerami kering, seketika itu juga api bakal dengan gampang menjalar dan berkobar.

Ironisnya, seperti jerami kering itulah kondisi pasar dalam negeri. Dengan banyak ketidakpastian yang menyelubunginya, pasar itu menjadi sangat lemah dan amat mudah tersulut oleh sentimen negatif. Ketidakpastian juga menumbuhkan ketidakpercayaan investor yang selama ini menyokong pasar keuangan kita. Dalam konteks terkini, terpuruknya rupiah dan saham saat ini juga akibat dari ketidakpastian yang berlarutlarut. Itulah harga yang mesti dibayar negeri ini akibat pemerintah terus tergagap-gagap memutuskan penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Benar, selain defisit perdagangan, harus diakui ketidakpastian harga BBM bersubsidi menjadi faktor terkuat dari dalam yang membuat rupiah tertekan dalam beberapa hari terakhir. Sedari awal pemerintah maju-mundur soal harga BBM, di situlah dimulai momentum hilangnya kepercayaan investor. Saat investor kehilangan kepercayaan, saat itu pula mereka akan memilih aksi jual dan membuat rupiah dan saham tak berdaya.

Di sisi lain, sikap pemerintah yang gojag-gajeg tak pasti tersebut justru dimanfaatkan betul oleh spekulan untuk melakukan spekulasi.Para spekulan itu asyik bermain dalam ketidakpastian dengan memaksimalkan momentum serta sentimen negatif dari luar untuk mengeruk keuntungan. Tidak mengherankan bila pasar makin lunglai. Sudah hampir bosan rasanya kita mengingatkan pemerintah bahwa dalam kamus pasar, kepastian ialah nomor satu.Menggantung sebuah keputusan atau kebijakan tanpa kejelasan waktu hanya akan membuat pelaku pasar memilih keluar.

Cukuplah keterpurukan pasar keuangan saat ini menjadi harga mahal terakhir yang mesti ditanggung akibat ketidakpastian penaikan harga BBM bersubsidi. Politik sudah makin gaduh gara-gara itu. Ekonomi juga telah kena imbasnya secara telak. Kini, upaya menarik kembali kepercayaan investor tak cukup hanya dengan menghentikan pelemahan rupiah melalui intervensi finansial. Kepercayaan akan makin tumbuh jika pemerintah mampu menciptakan kepastian.

Sumber: mediaindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar