23 Mei 2013

Tahun-Tahun Pengelabuhan

Hirukpikuk politik semakin terdengar nyaring. 2013 dilabeli sebagai tahun politik. Tahun dimana setiap peristiwa punya implikasi politik menuju pemilu legislatif dan disusul pemilihan presiden di tahun 2014 yang akan datang. Pertunjukkan masih didominasi dari kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK. Lembaga anti korupsi yg imun dan superbody ini, dilahirkan untuk tugas memberantas tindak pidana korupsi yang terkategori sebagai kejahatan luar biasa.

Mengawali tahun 2013, publik dikejutkan dengan operasi tangkap tangan KPK atas Ahmad Fathanah yang berujung pencokokkan juga seorang presiden partai PKS, Lutfhi Hasan Ishak. Keduanya langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus impor daging sapi. Kontan pemberitaan keduanya menjadi tranding topic hingga ke akar rumput. Episode selanjutnya, PKS menjadi primadona dalam setiap wacana anti korupsi. Seolah memutus rantai wacana yang sebelumnya milik Partai Demokrat dengan kasus Hambalangnya.


Anis Mata langsung diangkat menjadi presiden PKS yang baru pasca penetapan teraangka presiden sebelumnya, tapi yang menarik adalah pesan politik PKS bahwa kasus ini dipenuhi dengan aroma politisasi. Bahkan PKS melakukan perlawanan terbuka dengan mencoba menghalang-halangi penyitaan mobil LHI yang disimpan di kantor DPP PKS. Mulailah genderang perang ditabuh. Beebahai asumsi dan argumentasi dikumandangkan untuk mempersolakan hal tekhnis yang dilakukan KPK dalam tugasnya.

Sampai disini, publik semakin dibangkitkan kesadarannya oleh manuver partai politik yang tercatat sebagai kontestan pemilu 2014. Berisik dan menghirukpikuk!. Jai label tahun politik memanglah harus berisik. Disisi lain tahapan pemilu legislatif sudah dimulai. Partai Demokrat saja mesti menggelar Kongres Luar Biasa untuk mengikuti fase tahapan pencalegan ini. Sebab dokumen pencalegan harus dibubuhi tanda tangan ketua umum. Ketika itu, ketiua umum Partai Demokrat sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Hambalang (sebelumnya menpora Andi Malarangeng sudah lebih dulu dijadikan tersangka oleh KPK).

Alhasil, sempurnalah konstelasi politik yang carut marut dengan kasus korupsi menjadi musabab utamanya. Sebagian orang berharap kasus-kasus ini tertangani dengan tuntas, sebagian lagi hanya melihat sebagai peperangan politik, dan ada juga yang sama sekali tak mengikuti kasus per kasus karena terlalu sering dijejali oleh akrobat politik dan prilaku korup politisi.

Apakah masa depan politik ditentukan oleh tuntas tidaknya KPK memberantas korupsi?. Menjadi sangat wajar jika pertanyaan ini dikedepankan. Mengingat stigma politisasi hilir mudik kapan saja. Padahal KPK adalah lembaga yang tak boleh sedikitpun dicampuri oleh urusan politik. Toh tak demikian dengan pemahaman para pengikut parpol. Mereka lebih menjadikan kasus sebagai rembesan soal politik.

Secara umum, ada ego militansi yang salah guna. Parpol hanya mampu melahirkan loyalis buta. Ini bentuk penyelewengan tugas dan tanggungjawab parpol dalam mengintrodusir kadernya dengan pembelajaran politik yang sehat dan bermartabat. Untuk mempertahankan eksistensi sebagai parpol peserta pemilu 2014, parpol bahkan dengan sadar mengelabuhi masyarakat dengan ragam upaya. Pensiasatan inilah yang justru lebih menyempurnakan stigma politik. Artinya parpol sendiri yang menggarami kasus-kasus korupsi dengan muatan politik.#

0 komentar:

Posting Komentar