19 Januari 2011

Sajak-sajak Hendry Ch Bangun

Boarding Pass No. 7
Namamu telah dipanggil Jadikah kita bersama pergi Seperti yang telah kita segel dalam janji?
Termangu di koridor lapang ini Kutunggu kau sejak meja check in Kucari dalam daftar penumpang terkini Kusibak jendela ruang tunggu hingga lounge VIP Belum juga kau hadir
Sudah kupesankan boarding pass Bahkan sejak pertama kita berkencan Dan menyebut nama diri sambil menggenggam jari Kupilihkan penerbangan senja Supaya kita bisa bercengkerama Dalam perjalanan antarbenua
Tapi sampai aku mengintip Dari bulat jendela pesawat yang telah menghidupkan mesin Dan sebentar lagi pramugrahi memeragakan peralatan safety Kau belum tampak walau sekadar titik Di tarmak yang kian tampak sunyi
11 November 2010



Boarding Pass No. 8
‘Jangan kau ciumi masa laluku Karena waktu bakal kian menjeratmu’ Tulismu di sisi kosong boarding pass lama Yang tertinggal di ruang keberangkatan bandara
Kau sudah berangkat Dan mungkin telah tiba di kotaku Tapi kita takkan bertemu Sebab aku tengah dalam perjalanan ke balik malam Yang berulang kali menyodorkan teka-teki Yang membuatku berhitung, dengan kalkulator hati
Selalu begitu Aku ke barat dan kau ke timur Kita sebenarnya tahu Tapi mengira benang hati akan bisa mengikat Walau kita di ujung dunia yang berbeda
Suatu saat nanti Akan kukirimkan diari yang kutulisi dalam cahaya lilin Supaya bisa kau nikmati Tiap peristiwa yang kita lewati Tiap percakapan yang kurekam sebagai kenangan Mungkin ada sedikit bercak airmata di lembar kertasnya Yang kau pasti tahu mengapa
17 November 2010

Boarding Pass No. 9
Aku ingin bercerita Tentang perjalanan malam yang basah Yakni ketika butir hujan yang menetas Dari kumpulan awan yang diterabas pesawat Merembes ke pembuluh darah Sehingga jantung berdetak lebih pelahan Begitu lamban bahkan nyaris berhenti Mendesak ke paru-paru Sehingga nafasku sesak saat melintas Di atas benuamu yang sejauh mata memandang Hanya seperti hamparan ilalang Tanpa sebuah pohon oak Untuk berteduh dan mengikatkan pita warna merah penanda rindu Seperti ditulis dalam kisah cinta tempo dulu
Entah kapan rendezvous ini akan tiba Ingin kunikmati saja penerbangan Sambil mendengarkan belasan kumpulan lagu Yang lantas terdengar cukup menekan layar sentuh Atau menonton komedi Kanada Yang justru  seperti mempertontonkan kesedihan Atau terus meminta tambahan anggur Pada pramugari yang murah senyum
‘Bukan mata seteduh laut Bibir selembut madu Dekap sehangat selimut Tapi cintamu yang membuatku takut’ Begitu kalimat yang selalu mengikutiku
Yang jelas, aku ingin tidak ada yang melihat Hujan di luar jendela telah membuat lepek bantal Yang jadi sandaran kepala sejak lepas landas :Dalam perjalanan seorang diri Siapa yang ingin dikasihani?
23 November 2010

Boarding Pass No. 10
Walau tak kau balas Pesan yang kutitipkan sejak malam Aku pergi jua pagi ini Landasan yang ditimpa hujan sudah kering Penutup mesin jet sudah dibuka Dan awak bergegas melewati gardu pemindai
Masih tersisa tiket pulang pergi Yang kutabung dari pertemuan-pertemuan kita Untuk kencan ribuan purnama Di kota nyiur berbatas ombak Yang tak lama berteman gelap
Tapi tak pasti Kapan aku akan kembali Lalu kita bertemu lagi Di ranjang berbaring Menatap ke garis langit Yang menyimpan kisah seribu janji Yang belum terlunasi
Belum ada jadwal keberangkatan Tertulis di buku harian Sebab meski ingin kutulis Urusan ini tidak ada yang definit
Tak ingin ku mendapat jawab Sekalipun pesawat nanti mendarat
2 Desember 2010

Boarding Pass Musim Gugur
Mungkin kau tengah menyematkan Miniatur lonceng, bintang, bola-bola perak  di daun cemara Menaruh kaus kaki merah di tepi jendela, menata kotak-kotak hadiah Di ruang keluarga yang hangat Saat pesawatku terbang di atas kota Dan siap-siap mendarat di butiran es yang menutupi landasan
Tak ada komunikasi Untuk mengabarkan aku tak jadi bertandang Merayakan malam sambil duduk di perapian Sambil membicarakan masa depan yang tak lagi keruan Kuharap kau mengerti
Setelah tiba nanti Aku mungkin langsung ke apartemen yang dulu kau tinggali Ketika masih sendiri Supaya bisa menerawang lagi kencan tiap akhir pekan Atau saat-saat diskusi materi kuliah yang bikin pusing Dalam temaram gedung tua dekat kanal Yang kerap merasuk dalam tidur di hari-hari belakangan
Akan kujadikan salju sebagai alasan Karena di internet dan televisi Kabar tentang badai yang menebarkan butiran putih kian sering Membekukan kolam, mematahkan dahan, melicinkan jalan
Telah banyak waktu tersia-sia Akhir musim gugur sudah sampai Dari ruang tunggu bandara yang berembun dan ramai Aku mengucapkan selamat tinggal Au revoir
20 Desember 2010

Hendry Ch Bangun Wartawan, tetapi sejak kuliah di Fakultas Sastra UI tahun 1977 suka menulis puisi dan cerita pendek. Puisi-puisinya pernah diterbitkan di berbagai media dan dikumpulkan dalam buku bersama Wahyu Wibowo (Ken Mokar, Ikan Dalam Kaca, 1980), Azwina Aziz Miraza (Tango Kota Air, 1980). Hendry mengumpulkan puisi 20 penyair rekannya dan menjadi editor Antologi Puisi The Fifties (2009), menjadi editor Kumpulan Cerpen Wartawan Olahraga (2010). Terakhir puisinya masuk di antologi Senandoeng Radja Ketjil (2010) bersama Eka Budianta, Adri Darmadji, Kurniawan Junaedhi dll.

0 komentar:

Posting Komentar